Mencari atau menemukan benda-benda bersejarah merupakan pekerjaan dari seorang pemburu bernama Arthurian Dicky William. Ia menemukan benda-benda tersebut untuk dilelangkan dalam kegiatan pelelangan yang biasa dilakukan sebulan sekali di Perancis. Pelelangan itu selalu berjalan lancar. Harga yang ditawarkan harus sesuai dengan nilai sejarah ataupun menarik tidaknya benda tersebut. Ia tidak mungkin bisa memburu dengan sukses tanpa bantuan orang lain, ataupun tokoh masyarakat di mana ia melakukan pemburuan secara illegal. Ia memiliki wajah yang tegas, bijaksana, dan mempesona. Namun hingga saat ini, ia belum memiliki pasangan hidup.
Pada Bulan Februari 1934, ia diperintah untuk mencari atau menemukan relief-relief yang terletak di Wales timur laut, Inggris. Awalnya ia merasa ragu, dikarenakan tempat tersebut dikabarkan telah hilang dan sampai saat ini masih belum ditemukan. Namun ia tetap optimis.
Setelah berminggu-minggu ia menetap dan mencari daerah yang ingin ia tuju, akhirnya ia menemukan daerah tersebut, namun belum dapat menemukan di mana relief-relief itu berada. Ia meminta bantuan dari salah satu warga suku daerah tersebut, orang itu adalah Mr.Wagner. William dapat dengan mudah meyakinkan Mr.Wagner. Karena ia tahu di mana kelemahan warga daerah tersebut. Kelemahan mereka adalah jika orang lain memberinya banyak uang, maka warga akan melakukan apapun yang orang tersebut inginkan. Selain itu, ternyata suku daerah tersebut sering melakukan kegiatan yang bersifat illegal.
“Baik saya akan membantu anda, asalkan ada uang untuk menutup mulut saya.”, kata Mr.Wagner.
“Fine. Itu masalah yang mudah bagi saya. Saya akan menyiapkan uang sebesar Rp 100.000.000,- untuk anda, bagaimana?”, tawar William
“Ok, itu sangat cukup untuk saya.”, yakin Mr.Wagner.
Sebelum William menelusuri daerah yang ia tuju, suku tersebut memberi tahu bahwa di daerah itu dijaga oleh sepasang gorila . Ia tidak terkejut. Dikarenakan setiap daerah yang ia kunjungi untuk memburu, selalu saja ada hewan-hewan buas yang menjaga daerah itu.
“Apa anda tahu, bahwa ada keluarga Gorila yang menjaga daerah itu?”, tanya salah satu warga.
“Saya belum tahu mengenai hal itu. Namun itu tidak akan menghalangiku dalam memburu. Asalkan kalian semua mau membantuku.”, kata William optimis.
Untuk mempersingkat waktu, ia menyusun rencana atau siasat agar gorila-gorila tersebut tidak menghalangi tujuannya yaitu mengambil relief-relief untuk dilelangkan. Ia meminta bantuan suku asli daerah tersebut, karena ia merasa bahwa ia tidak dapat bekerja sendirian. Di sisi lain, warga juga telah merasa terganggu dengan kegiatan gorila yang terkadang datang ke permukiman warga. Diam-diam Suku Deceangli telah memiliki rencana sendiri yang tidak diketahui oleh William.
“Enak saja, setelah orang itu mendapat yang diinginkannya pasti orang itu akan pergi begitu saja.”, kata salah satu warga.
“Hem…itu benar juga. Bagaimana jika kita menjebak si pemburu itu?”, sahut yang lain.
“Itu ide yang bagus.”
Mereka pun tertawa bersama.
Di hutan yang pernah diserang oleh Publius Ostorius Scapula,
sepasang gorila hidup damai dengan kedua anaknya. Mereka hidup di suatu tempat di mana terdapat relief-relief dan patung-patung berharga. Selain itu di sekitar tempat tersebut terdapat sungai yang berisi benda-benda berharga yang tak terawat dan berkarat. Keluarga Gorila tersebutlah yang telah menjaga benda-benda bersejarah itu. Keberadaan daerah tersebut sebelumnya telah diketahui oleh banyak pemburu dari berbagai negara. Namun tidak satupun dari mereka yang dapat mengambil alih daerah itu, dikarenakan keluarga gorila sangatlah ganas dan buas. Dua hari setelah William dan suku Deceangli mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk membunuh keluarga gorila tersebut, akhirnya mereka pun mulai beraksi dengan sejumlah jebakan yang telah dipersiapkan untuk menjebak gorila. Satu-persatu suku Deceangli dan diikuti oleh William memasuki kawasan hutan dengan membawa senapan. Merekapun berpencar. William dan Mr.Wagner memilih untuk segera menuju lokasi sasaran. Sementara yang lainnya ada yang berjaga-jaga di sekitar lokasi dan di bagian hutan lainnnya. Merekapun berjalan mengendap-endap tanpa meninggalkan suara hentakan kaki mereka.
“Kalian ke arah sana! Aku dan Mr.Wagner akan langsung menuju lokasi”, perintah William.
”Baik. Apabila memerlukan bantuan, lecutkanlah senapan itu ke udara, kemudian kami akan menolongmu.”, kata warga.
Ternyata keluarga gorila pun mengetahui bahwa ada sekelompok orang yang akan mendekati mereka, disaat mereka sedang asyik bermain di sungai bersama-sama. Karena mereka mengetahui hal tersebut, akhirnya keluarga gorila segera menuju ke tempat di mana relief-relief itu berada. Mereka tidak mengetahui bahwa ibu gorila tidak sedang bersama mereka. Ternyata ibu gorila melarikan diri untuk mengamankan diri, dan lupa akan keselamatan keluarganya. Ayah gorila dan kedua anaknya berkumpul di dalam ruangan itu. Di saat para pemburu memasuki ruangan tersebut, ayah gorila pun panik. Akhirnya ayah gorila melarikan diri dengan membawa salah satu anaknya melalui ventilasi yang ada tepat di hadapannya yang berukuran cukup besar dan tinggi. Ayah gorila lupa akan anaknya yang satunya. Anak gorila itu pun terlihat sedih, karena tidak ada yang menemaninya. Di sisi lain ia ketakutan apabila para pemburu tersebut akan membunuhnya. Ia pun mencoba untuk memanjat dinding tersebut untuk dapat keluar melalui ventilasi yang cukup tinggi itu. Namun tetap saja tidak bisa. Disaat ia terus berusaha memanjat dinding, para pemburu pun mengetahui keberadaanya. Para pemburu perlahan mendekati anak gorila yang masih kecil tersebut. Anak gorila pun mengeluarkan teriakannya agar para keluarganya dapat menolongnya.
“Gho…gho…”, teriaknya.
Di saat para pemburu semakin dekat, tiba-tiba ibu gorila pun datang untuk menolong anaknya. Namun tetap tidak bisa, dikarenakan di saat ibu gorila mencoba untuk melindungi anaknya, para pemburu pun menembakkan senapannya ke arah ibu gorila. Ibu gorila pun tidak dapat menghindar, dan akhirnya mati. William pun mengetahui apabila anak gorila itu bersembunyi di bawah perut ibunya, karena di situ terdapat sebuah bolongan yang cukup untuk tempat persembunyian anak gorila karena ketakutan. Tanpa disengaja ternyata William telah meneteskan air mata setelah ia melihat betapa kuatnya kasih sayang yang telah diberikan ibu gorila pada anaknya. Dan ia pun iba melihat anak gorila itu yang masih bersembunyi di bawah perut ibunya. William pun mengutus para pemburu lainnya untuk membawa jasad ibu gorila ke mobil pick up.
“Letakkan gorila ini ke mobil! Kulit gorila ini pasti tinggi harga jualnya.”, perintah William sambil membawa dan mengelus-elus anak gorila yang telah ia temukan di bolongan.
“Anak gorila ini sangatlah lucu dan kasihan nasibnya.”, batin William.
Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah Mr.Wagner di mana tempat ia menginap sementara. Dan ia juga memutuskan untuk membawa pulang anak gorila tersebut, dan memberinya nama Bara.
Di saat ia sampai di kediaman Mr.Wagner dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya serta memberinya uang sesuai dengan perjanjian, tiba-tiba aparat kepolisian datang untuk menangkapnya. Ia bingung sekaligus terkejut. Polisi itu segera memborgol tangan William dan membawanya ke penjara.
“Terima kasih atas kerja samanya.”, kata seorang polisi.
“Itu adalah hal yang mudah.”, balas Mr.Wagner.
“Kau jahat, ini tidak ada dalam perjanjian kita, kau telah menjebakku! dan aku menyesal telah memberimu imbalan.”, teriak William
“Inilah kami, kau tidak berhati-hati atas orang yang baru kau kenal, kau mudah percaya pada kami, itulah akibatnya, hahaha…”, ejek Mr.Wagner sambil tertawa terbahak-bahak.
William pun pasrah dalam perjalanannya menuju penjara yang berada di kota tidak jauh dari kampung Suku Deceangli. Di dalam penjara ia diperlakukan sama seperti nara pidana lainnya. Sambil menanti pertolongan dari seseorang, ia tiba-tiba terpikir bagaimana keadaan Bara saat ini. Karena ia meninggalkan Bara di tempat kediaman Wagner si pengkhianat.
Di rumah Mr.Wagner, kaki dan tangan Bara diikat menggunakan rantai besi. Bara hanya dapat berteriak meminta pertolongan saudara dan ayahnya. Hingga malam hari, tidak ada satupun yang mampu menolong Bara. Namun tiba-tiba terdengar suara teriakan ayah dan saudaranya. Ia senang merasa akan dapat bantuan dan dengan sikap loncat-loncat mencoba mencari perhatian ayah dan saudaranya agar diketetahui keberadaannya. Sikap Bara menimbulkan kegaduhan sehingga Wagner mengetahui bantuan yang akan didapat bara tersebut dan dia memukul punggung Bara.
Di saat Mr.Wagner melihat keberadaan ayah dan saudara dari Bara, akhirnya ia memukulkan kentongan dengan keras. Itu adalah salah satu tanda yang digunakan apabila permukiman warga sedang diserang oleh sekelompok hewan buas. Para warga pun keluar rumah dan membawa senapan untuk membunuh gorila itu.
“Tembak mereka! Bunuh mereka!”, teriak Mr.Wagner.
Namun kedua gorila itu tidak terkena tembakan senapan yang dilecutkan ke arah mereka, akhirnya ayah dan saudara Bara pun kembali ke hutan karena ketakutan.
Keesokan harinya, para warga telah sibuk untuk membuat jebakan untuk menjebak ayah dan saudara Bara. Mereka membuat jebakan itu di setiap sisi pinggir hutan dan juga membuat suatu lubang besar yang ditutupi dengan dedaunan agar tidak terlihat. Saat mereka sedang sibuk membuat itu semua, tiba-tiba William datang diikuti oleh seorang pejabat yang kaya raya bernama Mr.Harrison yang berhasil membebaskan William dari penjara. Mr.Wagner pun kabur agar William tidak melihatnya.
Di saat ayah gorilla dan saudara Bara ingin mencoba menyelamatkan Bara, saudara Bara tak sengaja telah menyentuh tali yang digunakan untuk mengikat beberapa kaleng. Kaleng itu pun berbunyi sekencang-kencangnya. Warga pun segera menuju ke tempat jebakan. Di saat warga mencoba mendekat, ayah gorila terperosok ke lubang jebakan yang telah dibuat warga. Karena anak gorila tidak dapat melakukan apapun untuk menolong ayahnya, saudara Bara itu pun memutuskan untuk menjatuhkan diri ke dalam lubang.
“Mereka telah terjebak.”, teriak salah satu warga untuk memberi tahu warga lainnya.
“Tutup lubang itu! Nanti sore kita akan membawa mereka ke Tempat Pelatihan Satwa Secreet di kota.”, perintah William.
“Lalu bagaimana dengan relief-relief yang di sana?”, tanya Mr.Harrison.
“Itu masalah yang mudah. Nanti aku akan perintahkan anak buahku untuk mengambil semua relief-relief itu dan akan dilelangkan.”, kata William dengan gembira.
Akhirnya mereka pun menutup lobang itu, namun tiba-tiba.
“Hem…Mr.William saya ingin bertanya pada anda. Apakah anda mengijinkan bila saya mengadopsi anak gorila itu untuk menemani anak saya yang kesepian?”, tanya Mr.Harrison.
“Jika anda tidak keberatan silahkan, pasti anak anda akan senang.”, jawabnya.
William pun memerintahkan agar warga membebaskan anak gorilla dan memberikannya pada Mr.Harrison.
“Baik terima kasih. Saya akan merawatnya sebaik mungkin.”, yakin Mr.Harrison.
Mereka pun kembali ke rumah masing-masing untuk memberi tahukan kabar gembira ini. Saat melewati rumah Mr.Wagner, William melihat Bara yang duduk dan terlihat sangat sedih serta kesepian.William pun terlihat sangat merindukan Bara dan ingin memiliki Bara. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil Bara dari tangan Mr.Wagner.
“Hey Wagner , aku akan mengambil Bara darimu, karena aku rasa kau sangat tidak pantas dalam merawatnya.”, remeh William.
“Ambil saja, lagipula aku tidak menginginkan untuk merawatnya, karena dia sangat liar dan nakal.”, jawab Mr.Wagner
“Baiklah aku akan mengambilnya sekarang.”, yakin William.
William pun senang, namun tiba-tiba ia berpikir akan ada masalah yang akan dihadapinya apabila merawat Bara. Dengan sangat berat hati, akhirnya ia memutuskan untuk menitipkan Bara pada suatu tempat pelatihan sirkus untuk hewan buas. Ia memutuskan untuk pergi ke tempat itu keesokan harinya.
Keesokan harinya ia pergi ke tempat itu dengan perasaan sedih dan berat untuk berpisah dengan Bara.
“Aku titip gorila ini, tolong latih dia dengan baik, jangan siksa dia, mengerti?”, kata William dengan tegas.
“Itu masalah yang mudah, anda tepat untuk memilih tempat ini, saya jamin itu.”, yakin salah satu pawang pada William.
“Baik aku percayakan ini padamu.”, balas William.
Di tempat itu Bara dilatih beberapa trik dalam pagelaran sirkus. Ia sangat tertekan, karena para pawang melatihnya dengan sangat kejam dan tidak memperhatikan rasa takut yang dimiliki Bara. Salah satu latihannya adalah Bara harus melewati beberapa lingkaran berukuran besar yang sesuai dengan ukuran tubuhnya penuh dengan benda tajam bahkan lebih tajam dari pisau daging.
Di lain tempat, yaitu di kediaman Mr.Harrison yang luas dan megah, anaknya yang bernama Diego sedang asyik bermain dengan anak gorila yang ia beri nama Simon. Mereka sangat akrab dan menyayangi satu sama lainnya. Setelah beberapa hari Simon tinggal bersama Mr.Harrison, ia membuat ulah dengan memecahkan guci yang sangat mahal dan merupakan guci kesayangan Mrs.Harrison. Mereka pun marah dan tidak kuat lagi dalam merawat Simon karena ulahnya yang merugikan keluarga Harrison. Akhirnya Mr.Harrison pun memutuskan untuk membawa Simon ke tempat Tempat Pelatihan Satwa untuk menyusul ayahnya.
“Pengawal! Pengawal!”, teriak Mr.Harrison.
“Ya tuan.”, jawab pengawal.
“Tolong bawa anak gorila ini ke Tempat Pelatihan Satwa Secreet di kota. Jangan sampai aku melihat anak gorila pembawa sial ini ada di rumahku lagi.”, marah Mr.Harrison.
“Jangan ayah! Aku tidak mau berpisah dari Simon. Aku sayang dia.”, pinta Diego dengan air mata yang turun membasahi pipinya.
“Apa kau bilang? Kau sayang pada gorila ini. Ibu tidak akan mengijinkanmu untuk bertemu lagi dengan gorila pembawa sial ini.”, marah Mrs.Harrison.
Mobil untuk membawa Simon pun datang. Mereka mengangkut Simon ke mobil itu.
“Simon! Aku sayang padamu.”, tangis Diego.
Mobil itu pun pergi dan tidak menghiraukan tangisan Diego, dan perlahan meninggalkan jauh kediaman Mr.Harrison. Saat sampai di Secreet, Simon pun sangat sedih. Para petugas yang ada di tempat itu memperlakukan Simon dengan sangat kejam, karena tempat itu merupakan tempat untuk hewan atau binatang agar menjadi binatang yang berani dengan segala rintangan apapun dan tidak lemah. Ia sangat tertekan berada di tempat itu. Dan rasa rindunya pada keluarganya pun selalu ia rasakan.
Setelah 2 tahun lamanya, Bara yang berada di tempat sirkus semakin ahli dalam melewati semua rintangan yang diberikan pawangnya padanya. Ia sekarang telah menjadi gorila yang dewasa, namun karena rasa tertekan yang ia rasakan selama ini, ia menjadi gorila yang penakut. Berbeda dengan saudaranya Simon, Simon telah menjadi gorila yang buas dan pemberani.
Suatu hari disaat Bara sedang berlatih, tiba-tiba dadanya terasa sakit. Dan itu sangat perih sekali. Akhirnya ia pun menjadi tidak bersemangat dalam berlatih. Saat pelatih Bara sedang sibuk untuk melatihnya, ia pun marah dan memarahi Bara.
“Ada apa denganmu? Bagaimana bisa kau menjadi binatang sirkus yang handal jika kebiasaanmu yang seperti ini.”, marah pelatih sambil memukul punggul Bara dengan tali.
Bara pun hanya diam tidak melakukan tindakan apapun. Namun disaat semakin lama pelatih memukul Bara, ia semakin lemas. Dan tiba-tiba Bara pun jatuh tergeletak tak berdaya. Pelatih pun panik dan mencari bantuan untuk membawa Bara ke klinik hewan terdekat. Setelah dokter hewan memeriksa Bara, wajahnya terlihat sangat sedih. Ternyata nyawa Bara tidak dapat terselamatkan.
“Maaf, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Gorila ini menderita tekanan psikologis, itu membuatnya menjadi hewan yang lemah dan mudah kelelahan.”, kata dokter.
“Apa memang tidak ada hal yang bisa dilakukan untuk menyelamatkannya?”, tanya salah satu pelatih yang mengantar Bara ke klinik dokter hewan.
“Sekali lagi maaf, memang tidak ada lagi yang bisa saya perbuat.”, balas dokter.
“Kalau begitu terimakasih. Gorila itu akan saya ambil kembali.”, kata pelatih.
Diperjalanan pulang, pelatih itu mempunyai ide. Yaitu dengan meninggalkan jasad Bara di pinggir jalan sendirian. Akhirnya ia pun memilih tempat yang jauh dari jalan raya serta keramaian dan meletakkan Bara di tempat itu sendirian.
“Dasar kau gorila tak bermanfaat.”, keluh sang pelatih.
Karena telah dua tahun lamanya Simon berada di Tempat Pelatihan Satwa Secreet, ia dilepaskan kembali pada habitat asalnya. Di hutan tempat keluarganya dulu berkumpul, ia hidup sendirian. Setiap hari ia selalu mencoba untuk mencari salah satu keluarganya yang mungkin bisa ditemuinya, namun ia tak kunjung menemukan itu semua.
Suatu hari pemerintah kota daerah tersebut mengumumkan bahwa akan melakukan pembakaran hutan dekat permukiman Suku Deceangli untuk dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata. Hal itu membuat Diego terkejut saat melihat liputan berita itu. Ia pun segera mendatangi hutan tempat Simon berada, karena saat itu juga pembakaran hutan akan segera dimulai. Padahal yang ia tahu bahwa Simon sedang berada di Tempat Pelatihan Satwa Secreet.
“Aku memiliki perasaan yang tidak enak, aku sangat mengkhawatirkan Simon.”, kata Diego.
Saat berada di hutan tersebut. Ia melihat bahwa ada seorang laki-laki yang berusaha untuk mencegah agar hutan tidak dibakar. Dan itu adalah William.
“Apa anda tahu bahwa melakukan pembakaran hutan merupakan salah satu kegiatan yang akan membuat warga kota ini rugi.”, kata William.
“Apa maksud anda?”, tanya salah satu kontraktor.
“Pekerjaan warga kota ini sebagian besar adalah pemburu dan kota ini merupakan pengekspor kayu terbesar di dunia, itu akan membuat warga kota ini menjadi pengangguran apabila hutan ini dibakar.”, kata William dengan tegas dan penuh wibawa.
“Anda benar juga, kalau begitu pembakaran hutan ditiadakan, bagaimana yang lainnya? Setuju?” jawab kontraktor.
“Itu benar juga. Setuju!”, jawab pejabat lainnya.
Diego pun segera masuk ke hutan dengan ditemani William untuk mencari Simon dan Bara. Diego sangat senang saat bertemu dengan Simon.
“Simon, aku tahu kau akan menjadi Simon yang dewasa seperti sekarang ini.”, kata Diego sambil memeluk Simon.
“Lalu, di mana sekarang Bara berada? Dari tadi aku telah mencarinya, namun tidak ada.”, tanya William.
Namun William dapat mengetahui posisi Bara berada saat ini dari raut wajah Simon. Simon terlihat sangat sedih dan kecewa.
“Bara…”, suara William terdengar sangat sedih.
Akhirnya setelah Diego dan Simon melepas rindu, Diego memutuskan untuk pergi dan tetap meninggalkan Simon di hutan sendirian.
“Jangan sampai kau lupakan aku. Aku akan selalu menyayangimu.”, pesan Diego.
“Apabila kau bertemu dengan saudaramu jagalah dia. Dan aku akan titip Bara padamu.” Kata William.
Mereka pun meninggalkan Simon. Dan Simon pasrah akan keadaan dan selamanya ia tidak akan pernah tahu bahwa Bara saudaranya telah mati.
Kini, hanya 680 gorila yang tersisa di dunia. Gorila menjadi hewan primata paling langka saat ini. World Wildlife Fund (WWF) mencatat, setengah dari populasi hewan tersebut tinggal di kawasan Pegunungan Virunga, yang berbatasan dengan Rwanda, Uganda, dan Republik Kongo. Sisanya hidup di Taman Nasional Bwindi di Uganda.
Kepunahan itu dipercepat dengan terputusnya habitat, sehingga mengakibatkan keanekaragaman habitat yang menurun. Selain itu, berbagai kegiatan perburuan liar mendapatkan bayi primata untuk dijadikan souvenir, kepemilikan ilegal, serta perdagangan primata mempercepat proses kepunahan.